Tampilkan postingan dengan label KEBIJAKAN FISKAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KEBIJAKAN FISKAL. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 18 April 2009

Fiskal vs Moneter Kebijakan Mana Yang Lebih Effektif ?

Oleh: Joko Tri Haryanto 

Pemerintah baru saja mengumumkan rencana perubahan defisit APBN 2009 dari 1,0% terhadap PDB menjadi 2,5% terhadap PDB. Pada kesempatan yang sama Pemerintah juga menjelaskan perubahan defisit tersebut dikarenakan perubahan sejumlah asumsi makro dalam perhitungan APBN 2009 terkait dengan dampak krisis keuangan global. Perubahan sejumlah asumsi makro yang dimaksud antara lain penurunan target pertumbuhan ekonomi dari 6% menjadi 5%, penurunan harga minyak mentah Indoensia (ICP) dari 80 dollar AS per barrel menjadi 45 dollar AS per barrel. Sementara asumsi lifting minyak 960.000 barrel per hari, inflasi sebesar 6,2% dan suku bunga SBI 3 bulan sebesar 7,5%. Rencananya perubahan APBN 2009 tersebut akan kembali dibahas dengan DPR pada akhir bulan Januari 2009.

source:www.fiskal.depkeu.go.id


Kamis, 16 April 2009

Perekonomian Minyak

Oleh : Makmun - 16 Maret 2009

Dalam tiga dekade, pembangunan ekonomi global dihadapkan pada tantangan yang besar sebagai akibat meningkatnya fluktuasi harga minyak. Fluktuasi harga minyak yang cukup tinggi secara nyata berimplikasi pada makroekonomi. Kondisi seperti ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan -- fiskal atau moneter (Kim dan Loughani, 1992; Taton, 1988; Mork, 1994; Hooker, 1996; Caruth, Hooker dan Oswald, 1996; Daniel, 1997; Hamilton, 1996, dan Cashin dkk. 2000). Beberapa temuan studi menunjukkan, naiknya harga minyak berimplikasi pada penurunan output dan peningkatan inflasi di 1970-an dan awal 1980-an. Sementara itu, turunnya harga minyak akan meningkatkan output dan menurunkan inflasi, terutama AS di pertengahan hingga akhir 1980-an.

Perubahan harga minyak akan berdampak pada sektor riil termasuk baik dari sisi supply and demand. Dari sisi supply, dampak ini terkait biaya produksi, di mana minyak merupakan input produksi. Peningkatan harga minyak mengakibatkan naiknya biaya produksi. Dari sisi demand, perubahan harga minyak akan berdampak pada konsumsi dan investasi. Konsumsi terpengaruh langsung melalui hubungan positif dengan disposable pendapatan. Naiknya harga minyak akan mengurangi kemampuan berbelanja konsumen. Investasi juga dapat terpengaruh, jika harga minyak turun, akan mendorong produsen untuk menggantikan mesin-mesinnya yang menggunakan bahan bakar sedikit ke penggunaan mesin-mesin yang lebih intensif dalam mengonsumsi energi. [MORE]

Langkah BI dalam Hadapi COVID-19

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pada Kamis (9/4) menyampaikan  4 (empat)  hal terkait perkembangan terkini dan kebijakan  yang dite...